Respirologi

Asma – part 1

Kalau ngomongin asma pasti langsung terbayang iklan obat yang ada gambar mbak-mbak dadanya dililit tali tambang dan wajahnya mengeryit kesakitan, bener apa bener? Hehehe … Asthma, it’s not uncommon – yet difficult to diagnose in a first time wheezer. Sedikit oleh-oleh dari workshop asma UKK Respirologi IDAI (Februari 2018) saya coba ringkas di sini.

Sebagai bahan bacaan utama untuk memperdalam dan memperluas wawasan serta pemahaman tentang asma disarankan untuk membaca buku Pedoman Nasional Asma Anak edisi ke-2 (Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016). Semoga memberikan manfaat, selamat membaca.

Keywords, kata kunci

  • Inflamasi kronis
  • Hiperresponsif
  • Remodelling (perubahan struktur anatomis berupa penebalan dinding bronkus)
  • Obstruksi saluran napas, yang merupakan interaksi beberapa faktor – di antaranya:
    • Penebalan dinding bronkus (remodelling, irreversibel)
    • Kontraksi otot polos (bronkokonstriksi)
    • Edema mukosa (kebocoran mikrovaskuler)
    • Hipersekresi mukus (eksudat, inflamasi)

Pendahuluan

Asma adalah penyakit saluran respiratorik kronis, yang dapat menyerang baik anak maupun dewasa, dengan gejala utama wheezing atau napas mengi. Faktor risiko seorang rentan menderita asma yaitu bila terdapat riwayat paparan polusi udara, asap rokok. penelitian lainnya juga mendapatkan hubungan antara gejala asma dengan konsumsi makanan cepat saji, berat badan lahir, derajat pendidikan ibu yang rendah, serta ventilasi rumah yang tidak memadai. Sedangkan faktor yang bersifat melindungi/protektif terhadap kejadian asma adalah pemberian ASI serta kontak dengan unggas.

Manifestasi Klinis

Asma ditandai dengan adanya batuk, mengi (suara napas ngik-ngik), sesak napas, rasa dada tertekan. Keluhan tersebut biasanya berlangsung lama dan berulang, seringkali membaik dengan sendirinya tanpa pengobatan, biasanya keluhan memberat di malam hari, dan ada faktor yang mencetuskan baik disadari atau tidak.

Jadi kata kunci untuk mengerti asma itu adalah: proses radang kronis (berlangsung lama), hiperesponsif atau hipereaktif alias lebay, ada proses remodelling, dan obstruksi atau sumbatan, yang keseluruhan prosesnya terjadi di saluran napas bagian bawah.

Katanya, biar gampang inget aja asma itu 4-TAS: episodisiTAS, variabiliTAS, reversibiliTAS, dan hipereaktiviTAS.

Sehingga, bila ada keluhan batuk kronis berulang, perlu dipikirkan diagnosis asma, Apalagi kalau ada riwayat yang khas 4-TAS di atas, faktor pencetus seperti zat iritan inhalasi, makanan, minuman tertentu, alergen berupa debu, infeksi saluran napas, atau munculnya mengi dipicu oleh aktivitas fisis berlebih seperti ketawa heboh atau olahraga, serta riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.

Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah: apakah kalau anak saya napasnya berbunyi ngik-ngik itu berarti menderita asma?

Pada mengi pertama kali tentu akan sulit untuk menegakkan diagnosis asma. Karena per definisi haruslah suatu kejadian yang berulang. Pada kelompok usia di bawah 5 tahun tentu lebih sulit lagi, karena secara anatomi struktur saluran napas yang ukurannya lebih kecil, infeksi virus yang menyerang saluran napas bawah dapat menyebabkan keluhan napas mengi yang menyerupai asma.

Tentu dokter ngga akan ujug-ujug bilang anak ibu/bapak menderita asma. Akan dilakukan pemeriksaan penunjang. Misalnya uji bronkodilator untuk menilai reversibilitas (dikatakan reversibel bila FEV1 naik >12%), melihat variabilitas harian/diurnal (bila selisih PEF> 13% berarti ada variabilitas), et cetera, et cetera.

Catatan gambar: beta-agonis yang diberikan sebaiknya dalam bentuk inhalasi.

Tapi itu pun masih susah juga dikerjakan pada anak balita. Tes itu butuh koordinasi dari anak. Jadi kalau orangtuanya pingin tahu apakah sang balita bakalan asma atau nggak, kita punya tools, namanya Asthma Predictive Index (API), sekarang sudah ada versi modified-API (m-API). Tools ini bisa kita gunakan untuk mengidentifikasi kelompok usia 2-3 tahun dengan mengi berulang/ recurrent wheezer, yang kemungkinannya mengalami asma like symptoms di usia sekolah. Selain itu, tools tersebut juga dapat mengidentifikasi anak yang kemungkinannya memerlukan terapi pengendali asma jangka panjang.

Pada pemeriksaan fisik, anak dengan asma dapat datang dengan kondisi stabil/tak bergejala, bergejala wheezing/mengi. Dapat pula datang dengan tanda-tanda alergi seperti allergic shiners, geographic tongue, rhinitis allergic, dan dermatitis atopi.

Pertanyaan berikutnya: mau diapain? Gitu kan, ya? Hehehe..

Menegakkan diagnosis dan Penulisan diagnosis yang tepat

Pertama-tama, tuliskanlah dahulu diagnosis asma dengan tepat. Diagnosis yang tepat akan membantu kita menentukan pengobatan yang tepat pada pasien. Diagnosis asma yang tepat itu harus mencantumkan: (1) kekerapan kambuh asma, (2) keadaan saat ini, (3) derajat kendali asma. Pada kunjungan pasien yang pertama mungkin kita baru dapat membuat diagnosis asma yang memuat informasi kekerapan dan keadaan saat ini (poin 1 dan 2 – no worries, it’s OK)

Ilustrasi kasus; anak usia 7 tahun datang dengan kondisi baik, orangtuanya mengatakan ada riwayat mengi di malam hari, orangtua punya riwayat alergi. Kakaknya dikatakan rhinitis alergi oleh dokter. Pendapat anda: Asma/bukan? Bagaimana tatalaksananya?

Likely, the diagnosis is asthma. Karena si anak datang dalam keadaan baik-baik saja, berarti sedang tidak dalam serangan.

Bila informasi klinis kuat dan menyokong diagnosis asma, lanjutkan untuk menggali seberapa sering keluhan tersebut muncul, agar kita dapat merumuskan derajat kekerapan asma. Bila informasi masih belum jelas, lakukan tatalaksana umum dan nilai kembali setelah 6 minggu.

  • Intermitten = episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala >6 minggu
  • Persisten ringan = episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu
  • Persisten sedang = episode gejaka asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari
  • Persisten berat = episode gejala asma terjadi hampir setiap hari

Tatalaksana asma secara garis besar terdiri atas:

  1. Medikamentosa. Atau obat-obatan. Obat yang digunakan dalam penanganan asma ada dua jenis: obat pereda serangan dan obat pengendali. Obat pereda tentu saja hanya dipakai saat ada serangan asma. Sedangkan obat pengendali digunakan terus menerus dalam kurun waktu tertentu di bawah pengawasan dokter.

Setelah memilih obat, pilihlah jenis alat yang akan digunakan untuk memberikan obat tersebut. Pilihannya tentu saja bergantung usia anak. Dapat diberikan melalui nebulisasi dengan masker atau mouth piece, atau berupa Metered Dose Inhaler dengan spacer, atau Dry Powder Inhaler

2. Non medikamentosa: yaitu menghindari faktor pencetus dan melakukan pengendalian lingkungan

Tatalaksana non medikamentosa adalah penanganan yang dapat dilakukan pertamakali. Hindari pencetus, dan kendalikan lingkungan. Lakukan itu selama 6 minggu, lalu nilai kembali, buatlah diagnosis asma dengan lengkap. Setelah melakukan tatalaksana non mdikamentosa selama 6 minggu, kita dapat melakukan evaluasi ulang, dan pada saat ini kita sudah dapat melengkapi diagnosis hingga komponen informasi ke(3) mengenai derajat kendali asma.

Pearls taken: you have a patient with asthma, and you are confident about the diagnosis. You make sure the diagnosis is right, right, and right. Asthma, in the long run, can be devastating both for parents and child. It certainly can affect one’s quality of life. Prevention always be a most proper solution, so if you meet an asthma case, do remember that parental education plays a strong contribution in a successful asthma management.

Okay, read my Asthma – 2nd part for more information about asthma stepwise treatment, asthma action plan, and other asthma management related topics.